18.10.11

Aku (part II)

28 Januari 2002.

Aku merasa cantik.
Memakai gaun mungil berwarna putih layaknya princess.
Tak lupa sepatu yang berwarna sama seperti gaun mungil ku.
Rambut ku di gerai indah, tanpa pita atau pun bando di atas nya.
Ibu yang menyiapkan pesta ulang tahun ini.
Hanya Ibu tanpa di dampingi Ayah.

Pesta ku hampir di mulai.
Tapi tak ada tanda bahwa Ayah akan datang.
Ibu pun hanya bertaut dengan handphone nya.
Dia mencoba menelepon seseorang,
tetapi nampaknya hanya seorang perempuan yang menjawab telepon itu.
'Nomor yang anda hubungi ...'
Ya, mbak Veronica yang menjawabnya.
Ibu yang sadar bahwa aku memperhatikannya dari tadi pun menghampiri ku.
   'Bentar ya kak, Papa janji mau dateng kok'

Sekarang aku telah di kelilingi teman, saudara dan juga guru ku.
Mereka menyayikan lagu ulang tahun sekadar nya.
Dan saat nya aku meniup lilin yang berbentuk angka 7.
Sebelum meniup nya, aku berharap bahwa Ayah benar akan datang.
Aku mengambil nafas panjang, siap untuk meniup.
1,2, ... Lilin itu mati sebelum hitungan ke 3.
Jerry, anak nakal itu mengerjai ku lagi dengan meniup lilin yang harusnya aku tiup.
Aku hanya diam, tidak menangis. Tak apa, hanya sebuah lilin.
Tapi aku tetap berharap bahwa keinginan ku akan terwujud.

Dan sampai pada akhir acara.
Semua orang mengucapkan selamat ulang tahun sebelum mereka pamit.
Kursi dan segala dekorasi sudah dirapih kan,
tapi Ayah belum juga datang.
Sepi, kemana Ibu?
Aku memejamkan mata ku, mungkin aku lelah.
Tapi bahagianya aku saat aku membuka mata.
Ke dua orangtua ku berada di hadapan ku.
Ayah dan juga Ibu.
Selain itu tampak boneka kelinci yang besar yang dipegang Ayah.
Aku bukan main senangnya.

Sampai pada akhirnya kami bertiga berada pada satu ruangan.
   'Kak, mungkin kakak enggak ngerti apa maksud Mama sama Papa.
Ehm, cuma kita enggak bisa seperti dulu lagi'
Aku yang sudah berumur 7 tahun tak mengerti apa yang mereka maksud.
Mata bulat ku menerawang setiap kata yang diucap kan Ibu ku.
'enggak bisa seperti dulu lagi'
Kalimat itu.. Kenapa terlalu sakit untuk mengucapkannya, apalagi memikirkannya.
   'Begini kak. Papa sama Mama, kita bertiga enggak bisa satu rumah lagi' kata Ayah.
   'Emang, Papa mau ke lual kota ya? Aku boleh ikut?'
   'Bukan sayang, Papa sama Mama itu...'
   'Ah! Udahlah! Dia enggak akan ngerti maksud kita itu apa! Pisah ya pisah aja! Ngepain pake acara kayak gini!'
Aku kaget melihat muka Ayah, mukanya seram, melotot, dan itu membuat ku sebal.

Ibu ku menghela nafas panjang.
Mukanya tampak berat untuk mengatakan,
   'Papa dan Mama akan pisah rumah kak. Kakak mau tinggal sama siapa?'
Kata-kata itu, bak pedang yang siap membunuh siapa saja yang berada di depan nya.

Kenapa? Kenapa harus di hari indah ini?
Kenapa Tuhan?
Kenapa 2 orang yang aku sayangi dalam waktu sebentar saja menjadi sosok yang tak aku kenal.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Apa?!!

*--*--*

Tuut.. tuut.. tuut..
Alarm ku berbunyi.
Dan Aku sadar bahwa lagi-lagi aku memimpikan kejadian bertahun-tahun lamanya.
Kejadian itu selalu manjadi bayang-bayang masa kelamku.
Kini Aku sosok yang remaja.
Telah mengenal dunia, tapi tetap tak mengenal cinta.



dari Aku untuk mereka yang tak pernah berpikir akibatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar