4.8.19

Selamat Ulang Tahun

Ada rasa tapi tak ada bentuk.
Sekiranya menghilangkan suntuk.
Bagai penyejuk pada yang gersang.
Komedimu membuat aku senang.
Terlalu sempurna sampai heran.
Dasar kau makhluk rupawan.
Andai kita berjumpa lebih cepat.
Janjiku, rasa ini kusimpan rapat.
Tepat hari ini kau lahir.
Si makhluk yang tak punya rasa kikir.
Semoga raga dan jiwamu sehat selalu.
Wahai kamu penghilang pilu.

Dari, pantai Kukup.
Untuk, pantai Suluban.

9.7.19

hei.

hei.
saya menulis ini untuk terakhir kalinya.
tak banyak kata yang bisa saya sampaikan.
saya hanya ingin bilang.. bahwa saya cinta. dan akan selalu cinta.
Solo, akan menjadi kota yang indah menurut saya.
karena didalamnya, ada kamu, ada momen kita.
kamu tahu kan, saya selalu bilang.
jika kamu memang ingin, maka mintalah kepada sang pemberi.
tolong jangan bersedih.
kamu tidak tahu rasanya mata saya melihatmu kacau balau.
kalau dia bisa bilang, pasti dia bilang: lebih baik buta saja daripada melihatmu luka.
tapi nyatanya mata tak bisa bilang apa yang ia mau.
justru dengan tangis ia berbicara.
bahwasanya ia sangat sakit. terlampau sakit.
saya selalu berkata kalau waktu akan menyembuhkanmu dari beban.
kamu harus percaya itu.
terakhir, saya ingin bilang..
waktu-pun yang akan memberikan fakta.
bahwa betapa terlukanya saya menulis ini semua.

Dari, aku
Teruntuk, 28119

20.4.19

tak tahu judulnya apa


Tak lagi sakit ketika jarum menusuk epidermis
Karena memang ia hanya bagian terluar
Tapi ketika kau datang
Jarum malah menancap sampai ke jantung
Bagaimana bisa, seorang biasa begitu menyakitkan nyaringnya
Melukai gendang telinga hanya karena ia bernyanyi dengan genjrengan
Iya, cuma gitar akustik biasa
Malam-malam datang membawa berita suka
Bahwa telah datang tepat depan pagar
Bawa roti, bawa susu
Tak lupa bawa senyum pada pipi
Waktu akhirnya hilang begitu saja
Sia-sia? Nyatanya tidak
Tidak pernah merasa percuma bisa semanis ini



Dari, aku
Untuk, siapapun kamu nanti

5.2.19

dialog kangen

kangen itu apa? / rasa ketar-ketir karena tak kunjung jumpa.

apabila sudah berjumpa? / terobati.

berarti kangen itu penyakit? / bisa jadi.

kok begitu? / ya karena bisa jadi penyakit tapi bisa jadi obat penyembuh pula.

jadi dwifungsional? / tentu.

jelaskan / ya kangen memang penyakit, ia bisa membuatmu tak rasional. tapi ia juga obat. obat untuk hubungan yang hambar.

berarti berbahaya ya untuk manusia / kenapa?

ya karena kangen membuat manusia lemah / salah persepsi mu itu.

lantas? / yang berbahaya bukan kangennya.

tapi? / manusianya.

hmm.. bingung / singkatnya begini.. kangen tidak akan ada apabila manusia tak merasa demikian.

jadi, seharusnya manusia tidak kangen? / ya terserah.

lohh? / terserah dia mau kangen atau tidak. dengan apa dan siapa. karena hak semua orang untuk merasa kangen. bahkan tidak ada satu orang-pun yang berhak mengatur rasa kangen seseorang.

lalu, boleh aku kangen? / silahkan.

kalau gitu.. aku kangen kamu.

(dan mereka-pun blushing bersama-sama) 

dari, penanya.
untuk, penjawab.

28.1.19

aku buatkan satu

Ku lupa cara berpuisi.
Namun datang satu intuisi.
Yang akhirnya membuatku ingat.
Bahwa rasanya begitu pekat.

Setiap puisi terdiri dari kata.
Dan puisi ini berawal dari mata.
Mataku menangkap sebuah senyum.
Mengerucut ke arah bibir yang ingin aku cium.

Tidak akan aku sebut engkau senja, sayang.
Karena goresanmu tidak jelas dan berbayang.
Tidak akan pula ku sebut engkau fajar.
Karena celotehmu penuh dengan kelakar.

Aku tahu ini tak ada akhir.
Dari awal aku pun paham, kamulah yang paling mahir.
Tapi setidaknya biarkan puisi ini selesai.
Karena kita sama-sama tahu, harus tetap ada yang usai.

Dari, aku.
Untuk, huft.

6.3.18

Kamu, dek.

Ingin memberitahu kamu. Bukan dengan tatap muka, tetapi melalui kata-kata.
Jadi realistis itu susah, banyak godaannya. Godaan untuk bermimpi yang macam-macam, tetapi ditentang banyak faktor.

Bulan Januari.
Adik masuk rumah sakit.
Merupakan hari-hari yang sulit bagi saya.
Rasanya penuh emosi yang tak berkesudahan.
Menangis dibeberapa malam hanya karena merasa tak mampu melewati hal-hal menyusahkan seperti ini.
Merenung tenggelam dalam pikiran absurd. Hingga lupa akan hari lahir sendiri kalau saja Papa tidak menelpon mengucapkan selamat.

Bulan Februari.
Di pertengahan bulan baru ingat bahwa selama Januari saya tidak datang bulan.
Sampai akhirnya memutuskan untuk minum obat agar kembali sehat.
Tanya sana, tanya sini, kemungkinan faktor hal itu bisa terjadi karena stres yang berlebihan.
Februari mulai berakhir, dapat kabar bahwa Adek cuti kuliah.
Tahu alasannya? Karena selama 5 hari ke kampus, tidak ada satupun ilmu yang bisa diterima dengan baik.
Setiap ditanya, tidak ingat tadi belajar apa.
Masalah? Jelas masalah, adik belum bisa hidup normal seperti dulu. Proses lagi, waktu lagi.
Banyak yang tanya, adek gimana kabarnya? Selalu, semuanya, saya jawab dengan jawaban yang sama. Alhamdulillah baik. Padahal nyatanya tidak baik-baik saja.
Karena apa? Karena doa saya, harapan saya, adek baik-baik saja.

Bulan Maret.
Dan ini tanggal 6. Hari lahirmu, dek. Jadi, selamat ulang tahun. Semoga kamu sehat dan bahagia. Kalau-pun kelak kamu memilih untuk berhenti kuliah sekalipun. It’s your choice. Saya anggap kamu sudah dewasa dan tahu betul kemana kaki kamu akan melangkah kelak. Tapi satu pesan dari saya.
Jadi realistis itu susah.

Kenapa? Bingung? Nanti kamu juga tahu sendiri, dek.

15.2.18

#Adeksehat

Pertama-tama, berkat doa semuanya, Jerry sudah sehat dan beraktivitas seperti biasa walau kadang masih suka ngeluh pusing. Jadi sekali lagi saya ucapkan terimakasih buat doa-doanya.
Banyak banget yang kasih support doa, materi dan bahkan waktu untuk jenguk adek. Dan enggak sedikit yang juga tanya kronologisnya bagaimana. Kemarin sempet janji bakal cerita, tapi setelah menimbang dampak dan manfaatnya, saya memutuskan untuk tidak menceritakan di instagram atau untuk ditulis dalam blog ini. I’m insist if u want to know just spare time with me and I tell the story.
Kedua, disini akan ada beberapa foto yang tidak mengenakan untuk dilihat, jadi saya akan minta maaf dulu sebelumnya.
Let's start.. Saya akan menceritakan pengalaman pribadi saya yang membuat saya sadar bahwa..

Kita ini, manusia, sebenarnya cuma hamparan debu. Dan satu-satunya yang mampu membuat debu bernyawa, ya cuma Tuhan.


Sebenarnya saya sudah sadar hal ini dari dulu, sejak Mama kena kanker payudara dan berhasil survive. Tapi melihat adek yang hampir berada di ambang kematian, membuat saya kembali membuka mata dan hati untuk Tuhan.

di IGD

kepala belakang sudah dijahit

Ini foto pertama yang dikirim Mama pada Selasa, 9 Januari jam 23.23 yang diambil di ICU. Dokter menyatakan bahwa ada pendarahan dan pembengkakan pada otak adek. Dan masuk masa kritis sampai 48 jam ke depan. Disitu yang bisa dilakukan dokter hanya memantau, apabila pembengkakan berkurang itu berarti suatu hal yang bagus. Tetapi apabila sebaliknya, Allahu A’lam.

1 minggu adek di rumah sakit yang enggak perlu saya sebut namanya.
1 minggu yang nano-nano.
1 minggu yang membuat saya belajar ekstra sabar.

 masa kritis, mulut masih bengkak, tingkat kesadaran masih 14

Dari yang bisa komunikasi jawab iya-tidak, sampai cuma bisa kasih kode kedipan mata atau jentikan jari.

pindah kamar biasa yang berujung kembali ke HCU

Dari masuk ruang IGD ke HCU, terus bisa pindah ke kamar biasa dan harus masuk ruang HCU karena kondisi adek yang nge-drop lagi.
Dari masa kritis ke masa perbaikan, sampai harus pakai selang untuk makan dan minum obat.

sudah dipasang selang

Disitu dokter menyarankan untuk tindakan operasi yang ditentang sama keluarga. 2 hari kerjaan saya nongkrong di beberapa rumah sakit di Jakarta agar adek bisa pindah ke rumah sakit lain, jadi anak gaul RS Jakarta bukan anak mall lagi.


Kalau bisa ngerokok, ngerokok saya saat itu juga (ngisap asap semprot DBD aja ga sanggup). Di kepala kayak ada semut kecil ngerubung buanyak banget. Hormon kortisol melonjak beberapa kali lipat dari biasanya. Stres berlebihan karena mikirin adek yang saat itu cuma bisa tidur, enggak merespon apa-apa. Terakhir sebelum berangkat nyari RS, cuma bisa ngomong di telinganya, “Adek kuat ya, adek pasti bisa. Kakak pasti bisa nyari rumah sakit yang layak buat adek. Pasti bisa, adek sembuh.” Dan selalu nguatin diri sendiri padahal kalau liat dia rasanya hancur hati tuh.

Dan Alhamdulillah, kalau kita mau dan berusaha, pasti Tuhan kasih kuasa.


Sebelumnya, sempat ada percakapan kayak gini loh antara saya sama Papa.
Saya : Pa, yakin adek enggak di operasi? Kalau adek kenapa-kenapa gimana? (which is disini sampai dipanggil Tuhan, iya udah hopeless banget saya tuh)
Papa : Yakin, nyari RS lain udah termasuk cara ikhtiar yang kita lakukan. Selebihnya biar Allah yang kasih nilai.

Searching di internet, ketemu RS. PON (Pusat Otak Nasional) di Jakarta Timur. Udah bodo amat mau jauh juga, berasa nyari kitab suci dari barat ke timur. Nongkrong semalaman biar bisa acc pemindahan adek, sampai dokter disana kaget, “ini Bapak sama mbaknya nunggu dari tadi? ya ampun pak, ga perlu nunggu disini, Bapak bisa pulang terus telpon kesini.” Ya gimana enggak heran dia juga, kita nunggu dari gelap sampai ketemu terang. Dan selanjutnya, semua lebih mudah, benar-benar lancar.

sudah pindah ke RS PON

 berpeyukan

 iya mataku bengkak karena nangis happy

Setelah pindah, adek mengalami kemajuan yang pesat. Udah happy pokoknya bisa lihat dia makan, dan ngobrol lebih banyak. Semua emosi, materi dan waktu yang sudah dikeluarkan untuk adek rasanya sepadan dengan rasa manis diujung cerita ini. Dan semua ini enggak akan pernah terjadi kalau bukan karena Tuhan yang atur.

mukamu mas.. mas..