6.3.18

Kamu, dek.

Ingin memberitahu kamu. Bukan dengan tatap muka, tetapi melalui kata-kata.
Jadi realistis itu susah, banyak godaannya. Godaan untuk bermimpi yang macam-macam, tetapi ditentang banyak faktor.

Bulan Januari.
Adik masuk rumah sakit.
Merupakan hari-hari yang sulit bagi saya.
Rasanya penuh emosi yang tak berkesudahan.
Menangis dibeberapa malam hanya karena merasa tak mampu melewati hal-hal menyusahkan seperti ini.
Merenung tenggelam dalam pikiran absurd. Hingga lupa akan hari lahir sendiri kalau saja Papa tidak menelpon mengucapkan selamat.

Bulan Februari.
Di pertengahan bulan baru ingat bahwa selama Januari saya tidak datang bulan.
Sampai akhirnya memutuskan untuk minum obat agar kembali sehat.
Tanya sana, tanya sini, kemungkinan faktor hal itu bisa terjadi karena stres yang berlebihan.
Februari mulai berakhir, dapat kabar bahwa Adek cuti kuliah.
Tahu alasannya? Karena selama 5 hari ke kampus, tidak ada satupun ilmu yang bisa diterima dengan baik.
Setiap ditanya, tidak ingat tadi belajar apa.
Masalah? Jelas masalah, adik belum bisa hidup normal seperti dulu. Proses lagi, waktu lagi.
Banyak yang tanya, adek gimana kabarnya? Selalu, semuanya, saya jawab dengan jawaban yang sama. Alhamdulillah baik. Padahal nyatanya tidak baik-baik saja.
Karena apa? Karena doa saya, harapan saya, adek baik-baik saja.

Bulan Maret.
Dan ini tanggal 6. Hari lahirmu, dek. Jadi, selamat ulang tahun. Semoga kamu sehat dan bahagia. Kalau-pun kelak kamu memilih untuk berhenti kuliah sekalipun. It’s your choice. Saya anggap kamu sudah dewasa dan tahu betul kemana kaki kamu akan melangkah kelak. Tapi satu pesan dari saya.
Jadi realistis itu susah.

Kenapa? Bingung? Nanti kamu juga tahu sendiri, dek.

15.2.18

#Adeksehat

Pertama-tama, berkat doa semuanya, Jerry sudah sehat dan beraktivitas seperti biasa walau kadang masih suka ngeluh pusing. Jadi sekali lagi saya ucapkan terimakasih buat doa-doanya.
Banyak banget yang kasih support doa, materi dan bahkan waktu untuk jenguk adek. Dan enggak sedikit yang juga tanya kronologisnya bagaimana. Kemarin sempet janji bakal cerita, tapi setelah menimbang dampak dan manfaatnya, saya memutuskan untuk tidak menceritakan di instagram atau untuk ditulis dalam blog ini. I’m insist if u want to know just spare time with me and I tell the story.
Kedua, disini akan ada beberapa foto yang tidak mengenakan untuk dilihat, jadi saya akan minta maaf dulu sebelumnya.
Let's start.. Saya akan menceritakan pengalaman pribadi saya yang membuat saya sadar bahwa..

Kita ini, manusia, sebenarnya cuma hamparan debu. Dan satu-satunya yang mampu membuat debu bernyawa, ya cuma Tuhan.


Sebenarnya saya sudah sadar hal ini dari dulu, sejak Mama kena kanker payudara dan berhasil survive. Tapi melihat adek yang hampir berada di ambang kematian, membuat saya kembali membuka mata dan hati untuk Tuhan.

di IGD

kepala belakang sudah dijahit

Ini foto pertama yang dikirim Mama pada Selasa, 9 Januari jam 23.23 yang diambil di ICU. Dokter menyatakan bahwa ada pendarahan dan pembengkakan pada otak adek. Dan masuk masa kritis sampai 48 jam ke depan. Disitu yang bisa dilakukan dokter hanya memantau, apabila pembengkakan berkurang itu berarti suatu hal yang bagus. Tetapi apabila sebaliknya, Allahu A’lam.

1 minggu adek di rumah sakit yang enggak perlu saya sebut namanya.
1 minggu yang nano-nano.
1 minggu yang membuat saya belajar ekstra sabar.

 masa kritis, mulut masih bengkak, tingkat kesadaran masih 14

Dari yang bisa komunikasi jawab iya-tidak, sampai cuma bisa kasih kode kedipan mata atau jentikan jari.

pindah kamar biasa yang berujung kembali ke HCU

Dari masuk ruang IGD ke HCU, terus bisa pindah ke kamar biasa dan harus masuk ruang HCU karena kondisi adek yang nge-drop lagi.
Dari masa kritis ke masa perbaikan, sampai harus pakai selang untuk makan dan minum obat.

sudah dipasang selang

Disitu dokter menyarankan untuk tindakan operasi yang ditentang sama keluarga. 2 hari kerjaan saya nongkrong di beberapa rumah sakit di Jakarta agar adek bisa pindah ke rumah sakit lain, jadi anak gaul RS Jakarta bukan anak mall lagi.


Kalau bisa ngerokok, ngerokok saya saat itu juga (ngisap asap semprot DBD aja ga sanggup). Di kepala kayak ada semut kecil ngerubung buanyak banget. Hormon kortisol melonjak beberapa kali lipat dari biasanya. Stres berlebihan karena mikirin adek yang saat itu cuma bisa tidur, enggak merespon apa-apa. Terakhir sebelum berangkat nyari RS, cuma bisa ngomong di telinganya, “Adek kuat ya, adek pasti bisa. Kakak pasti bisa nyari rumah sakit yang layak buat adek. Pasti bisa, adek sembuh.” Dan selalu nguatin diri sendiri padahal kalau liat dia rasanya hancur hati tuh.

Dan Alhamdulillah, kalau kita mau dan berusaha, pasti Tuhan kasih kuasa.


Sebelumnya, sempat ada percakapan kayak gini loh antara saya sama Papa.
Saya : Pa, yakin adek enggak di operasi? Kalau adek kenapa-kenapa gimana? (which is disini sampai dipanggil Tuhan, iya udah hopeless banget saya tuh)
Papa : Yakin, nyari RS lain udah termasuk cara ikhtiar yang kita lakukan. Selebihnya biar Allah yang kasih nilai.

Searching di internet, ketemu RS. PON (Pusat Otak Nasional) di Jakarta Timur. Udah bodo amat mau jauh juga, berasa nyari kitab suci dari barat ke timur. Nongkrong semalaman biar bisa acc pemindahan adek, sampai dokter disana kaget, “ini Bapak sama mbaknya nunggu dari tadi? ya ampun pak, ga perlu nunggu disini, Bapak bisa pulang terus telpon kesini.” Ya gimana enggak heran dia juga, kita nunggu dari gelap sampai ketemu terang. Dan selanjutnya, semua lebih mudah, benar-benar lancar.

sudah pindah ke RS PON

 berpeyukan

 iya mataku bengkak karena nangis happy

Setelah pindah, adek mengalami kemajuan yang pesat. Udah happy pokoknya bisa lihat dia makan, dan ngobrol lebih banyak. Semua emosi, materi dan waktu yang sudah dikeluarkan untuk adek rasanya sepadan dengan rasa manis diujung cerita ini. Dan semua ini enggak akan pernah terjadi kalau bukan karena Tuhan yang atur.

mukamu mas.. mas..

12.2.18

Impresi #1 - Wasit Zaadit

Melihat cuplikan “Mata Najwa-Kartu Kuning Jokowi”, membuat saya sadar bahwa masih banyak anak muda yang tidak serta merta menutup mata terhadap sekelilingnya.

Bagi saya pribadi, apa yang dilakukan Zaadit adalah hanya cara agar bisa diperhatikan. Ibaratnya, cara agar bisa dinotice senpai lah. Jadi sikap beliau menurut saya adalah hal yang sepele dimana tidak perlu diributkan apalagi sampai nge-bully. Justru dari sekian banyak aksi mahasiswa yang ada dari jaman reformasi sampai sekarang, yang terpenting bukan aksi apa yang mereka lakukan. Tapi alasan apa yang membuat mereka melakukan aksi itu. Ngerti ceu enah??



Dari aksi kartu dijah yellow ini, ada 3 poin penting yang ingin disampaikan terhadap pemerintah. Pertama dan yang paling booming di jagad netizen se-endonesah raya adalah gizi buruk di Asmat. Kedua, dwifungsi POLRI/TNI dan terakhir adalah draft permenrisdikti yang membatasi pergerakan maha-benar-siswa.

Poin pertama aja, sudah bisa memunculkan dua kubu yang masing-masing memiliki tagline “aku yang paling benal, dan kamu cemua calah.” Tapi udahlah ya, kubu-kubu yang mengatasnamakan kebenaran ini mending ndak usah kita bahas. Minum oh wadon aja, entar juga sembuh sendiri.



Di acaranya Mbak Nana (deuh, biar akrab gitu), Zaadit bilang bahwa UI sudah membuat penggalangan dana untuk terbang dan membantu warga Asmat (tanpa biaya pemerintah). Dan you-you know what? Baru 3 hari sudah terkumpul 120 juta-an, ini dia sendiri yang ngomong shay. WOW.. gelaaa seehh.. Lalu dari banyak berita yang beredar, UGM sendiri telah mengirim bantuan bahkan sebelum aksi ini mem-booming.

Hal kayak gini perlu diapresiasi sih. Karena apa? Karena dengan segala kesibukan dan tuntutan sistem pendidikan yang ada, mereka masih mampu meluangkan waktu untuk orang lain. Iya, mikirin orang lain yang orang lain-nya belum tentu mikirin kita (eugh.. perez).

Daripada kita debat kusir perlu atau pantaskah aksi kartu kuning ini dilakukan. Lebih baik mari kita melihat lebih jauh tentang alasan dibalik ini semua. Mau ini titipan politik kek, mau ini titipan polayam kek. Yang terpenting kita bisa mengambil hal baik bahwa sesibuknya kita sebagai pribadi, alangkah senangnya apabila bisa sadar bahwa kita hidup tidak sendiri. Masih banyak orang lain yang membutuhkan tangan kita, merangkul mereka, lalu mengajak mereka ke angkringan untuk ngopi, bertukar pikiran dan mendengar keluh kesah mereka yang ternyata pusing mikirin uang rokok dipotong istri untuk kredit mesin cuci.



Jadi.. sudahkah anda bermain bola pake “seleding tekel” hari ini?