23.4.13

Saya oleng, kapten!

Akhir- akhir ini saya mudah sakit.
Dari pilek, demam, sampai batuk.
Sakit yang biasa dialami setiap orang.
Saya tahu, saya butuh istirahat yang banyak.
Tapi sayangnya para awak kapal butuh kapal yang mampu membantu mereka berlayar.
Jadi yang saya bisa harapkan, semoga badan ini masih bisa menopang seluruh awak kapal.
Tinggal beberapa minggu lagi, saya selesai menjadi sebuah kapal yang menampung nakhoda beserta para awaknya.
Ya tinggal menghitung hari saja. Setelah itu?
Saya bisa istirahat berlayar tanpa nakhoda dan awaknya.
Atau mencari nakhoda yang baru untuk bisa menuntun saya melihat benua yang lain.
Atau kamu yang bersedia menjadi nakhoda kapal ini ☺




Dari, saya
Untuk, waktu yang tinggal dihitung

4.4.13

Selamat untuk kamu!

Biar saya beri tahu rahasia untuk menjatuhkan saya. Datang, jadi orang yang penting dalam hidup saya, lalu pergi saja tanpa pamit. Mudah kan? Dan semudah itu kamu melakukan tiga hal tersebut dengan sempurna. Dan akhirnya saya harus bilang, " Selamat untuk kamu! ". Atau saya yang harus mengakui bahwa, " Saya kangen kamu ". Ah, sial. Lagi-lagi beda tipis. Tapi sayangnya setebal jarak yang ada untuk aku bisa berhubungan kembali denganmu.

Ada seorang teman mengirim tweet kepada saya, " Tulisan lu tambah bagus jep tapi boong deng :') ". Saya enggak mengerti maksud dia apa, jadi tulisan saya tambah bagus atau tidak? Tapi disini, saya menganggap tulisan saya bertambah bagus ( ya walau hanya nol koma satu persen ). Saya membalas tweet barusan dengan, " Makanya bikin gue sakit hati, biar gue produktif untuk nulis ". Setelah mengirim tweet balasan, seketika saya sadar. Kamu lah salah satu wujud cinta dari Tuhan yang begitu indah, yang dengan cara-Nya mencintai saya mengirim kamu, bermain dengan hati saya, lalu pergi dengan bekas ( yang saya sebut disini dengan cinta ) terindah pada hati saya.



dari, aku
untuk, ( bukan untuk Selamat )

1.4.13

Hai, apa kabar?

Sesuai judul. Hanya itu yang ingin saya tanyakan. Entah lewat sms, twitter, atau bbm, tapi nyatanya sampai sekarang saya masih belum berani untuk mengirim 1 kalimat itu yang tertuju kepadamu. Belum berani atau gengsi saya yang tinggi? Ya, anggaplah keduanya beda tipis. Jadi bagaimana kabarmu? Saya pantau dari twittermu, sepertinya kamu sehat. Saya bersyukur twitter mu tidak diprotect. Karena hanya itu cara saya mengetahui keadaanmu. Saya tidak peduli dengan apa yang kamu tweet dalam jarak 140 karakter itu. Entah retweet an kah atau reply mu dengan siapapun itu. Yang saya bisa rasa, bahwa kamu baik-baik saja disana. Dan saya bersyukur untuk kedua kalinya. Sudah berapa lama ya kita tidak bertemu? Padahal dulu, bila saya mau dan bila kamu juga rindu. Kita bisa bertemu dengan mudahnya. Tinggal mengirim pesan akan kapan dan dimana kita bertemu. Tapi ya sudah, kalau kata orang, ' yang lalu biarlah berlalu '. Dengan hal ini malah saya selalu memimpikan cara kita bertemu. Berjabat tangankah? Mungkin. Dan memang itu yang saya inginkan. Mengisi jari-jarimu dengan jari-jariku. Menggengamnya erat-erat, seperti tidak ada hari esok. Karena rasanya, saya tidak ingin untuk tidak bertemu denganmu lagi dalam jangka waktu yang lama.

Kamu mau tahu? Masih, sampai saat ini. Apabila saya mengambil langkah untuk bertemu pemilik semesta, masih ada namamu dalam doaku itu. Dan masih sampai saat ini, namamu pula yang tertera jelas di hati. Tunggu, saya bilang hati? Hati siapa? Entahlah, biarkan kamu dan orang-orang yang membaca ini menerka-nerka. Apa masih ada perasaan untuk orang yang selalu aku sebut namanya dalam doa? Hey, bagaimana denganmu? Apa masih ada doa yang kau panjatkan untukku? Saya tidak ingin berharap kamu mendoakan ku. Tidak. Sama sekali tidak. Seperti kataku tadi, saya tidak ingin berharap. Karena berharap akan tentangmu membuat sayatan kecil di hati semakin luas lebarnya. Tapi tenang, sayatan ini entah namanya apa, tapi kalau kamu mau percaya, rasanya menyenangkan. Dalam jarak sejauh ini, melihat fotomu, foto kita berdua, melihat tulisan dari twitter mu yang mulai jarang, cerita tentangmu yang diam-diam saya cari tahu, kesibukanmu disana, semua ini adalah bentuk bahwa saya masih bisa mencintai orang dalam sepi, sunyi dan tenang.



Dari, JP
Untuk, kamu yang saya sebut dalam doa