28.1.19

aku buatkan satu

Ku lupa cara berpuisi.
Namun datang satu intuisi.
Yang akhirnya membuatku ingat.
Bahwa rasanya begitu pekat.

Setiap puisi terdiri dari kata.
Dan puisi ini berawal dari mata.
Mataku menangkap sebuah senyum.
Mengerucut ke arah bibir yang ingin aku cium.

Tidak akan aku sebut engkau senja, sayang.
Karena goresanmu tidak jelas dan berbayang.
Tidak akan pula ku sebut engkau fajar.
Karena celotehmu penuh dengan kelakar.

Aku tahu ini tak ada akhir.
Dari awal aku pun paham, kamulah yang paling mahir.
Tapi setidaknya biarkan puisi ini selesai.
Karena kita sama-sama tahu, harus tetap ada yang usai.

Dari, aku.
Untuk, huft.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar