12.2.18

Impresi #1 - Wasit Zaadit

Melihat cuplikan “Mata Najwa-Kartu Kuning Jokowi”, membuat saya sadar bahwa masih banyak anak muda yang tidak serta merta menutup mata terhadap sekelilingnya.

Bagi saya pribadi, apa yang dilakukan Zaadit adalah hanya cara agar bisa diperhatikan. Ibaratnya, cara agar bisa dinotice senpai lah. Jadi sikap beliau menurut saya adalah hal yang sepele dimana tidak perlu diributkan apalagi sampai nge-bully. Justru dari sekian banyak aksi mahasiswa yang ada dari jaman reformasi sampai sekarang, yang terpenting bukan aksi apa yang mereka lakukan. Tapi alasan apa yang membuat mereka melakukan aksi itu. Ngerti ceu enah??



Dari aksi kartu dijah yellow ini, ada 3 poin penting yang ingin disampaikan terhadap pemerintah. Pertama dan yang paling booming di jagad netizen se-endonesah raya adalah gizi buruk di Asmat. Kedua, dwifungsi POLRI/TNI dan terakhir adalah draft permenrisdikti yang membatasi pergerakan maha-benar-siswa.

Poin pertama aja, sudah bisa memunculkan dua kubu yang masing-masing memiliki tagline “aku yang paling benal, dan kamu cemua calah.” Tapi udahlah ya, kubu-kubu yang mengatasnamakan kebenaran ini mending ndak usah kita bahas. Minum oh wadon aja, entar juga sembuh sendiri.



Di acaranya Mbak Nana (deuh, biar akrab gitu), Zaadit bilang bahwa UI sudah membuat penggalangan dana untuk terbang dan membantu warga Asmat (tanpa biaya pemerintah). Dan you-you know what? Baru 3 hari sudah terkumpul 120 juta-an, ini dia sendiri yang ngomong shay. WOW.. gelaaa seehh.. Lalu dari banyak berita yang beredar, UGM sendiri telah mengirim bantuan bahkan sebelum aksi ini mem-booming.

Hal kayak gini perlu diapresiasi sih. Karena apa? Karena dengan segala kesibukan dan tuntutan sistem pendidikan yang ada, mereka masih mampu meluangkan waktu untuk orang lain. Iya, mikirin orang lain yang orang lain-nya belum tentu mikirin kita (eugh.. perez).

Daripada kita debat kusir perlu atau pantaskah aksi kartu kuning ini dilakukan. Lebih baik mari kita melihat lebih jauh tentang alasan dibalik ini semua. Mau ini titipan politik kek, mau ini titipan polayam kek. Yang terpenting kita bisa mengambil hal baik bahwa sesibuknya kita sebagai pribadi, alangkah senangnya apabila bisa sadar bahwa kita hidup tidak sendiri. Masih banyak orang lain yang membutuhkan tangan kita, merangkul mereka, lalu mengajak mereka ke angkringan untuk ngopi, bertukar pikiran dan mendengar keluh kesah mereka yang ternyata pusing mikirin uang rokok dipotong istri untuk kredit mesin cuci.



Jadi.. sudahkah anda bermain bola pake “seleding tekel” hari ini?

29.6.14

manusia "beda pendapat-senggol-bacok"

Bismillaahir-rahmaanir-rahiim.

Sebelumnya saya di twitter pernah berjanji akan menulis tentang apa yang terjadi di Solo, termasuk apa yang dikerjakan Pak Jokowi saat menjabat menjadi walikota saat itu. Kemudian saya berpikir bahwa sudah banyak tulisan yang mengungkapkan hal tersebut. Anda bisa mencari artikel tersebut di media-media yang terpercaya tentunya.

Lagipula kalau saya menulis apa yang dilakukan beliau, Anda mungkin tak percaya apabila tidak melihat langsung dan akan mengira bahwa saya pro pada Pak Jokowi. Dari sini saya akan menegaskan bahwa saya netral dan saya akan golput. Bukan karena sampai detik ini saya masih labil akan pilihan saya. Bukan. Saya punya alasan tersendiri yang menurut saya tidak perlu diungkapkan.

Saya ingin bercerita terlebih dahulu, satu kisah nyata yang terjadi pada ‘tragedi 98’. Pada saat itu saya tidak terlalu merasakan keadaannya karena saat itu umur saya 3 tahun. Ibu saya bercerita bahwa pada hari itu, Ayah saya berada di luar rumah dan mengabarkan bahwa beliau tidak bisa pulang ( informasi saja, bahwa Ayah saya keturunan Tionghoa ). Jadi saat itu kami hanya bisa berharap agar Ayah saya bisa pulang secepatnya dengan selamat.
Saya pun ingin tahu lebih jelas apa yang terjadi saat itu dan langsung menanyakannya kepada Ayah saya melalui bbm ( karena kami terpisah oleh jarak #tsaah ). Percakapannya seperti berikut :

Saya : Pa, I wanna ask u something about ‘tragedi 98’. Could u tell me what are u doing? And what u see on that day?
Ayah : Why u wanna talk about that? This is politics. And tragedy in the past. We shouldn’t talk about it.
( informasi saja, percakapan via bbm antara kami memang selalu mengunakan bahasa Inggris )

Oke, salah saya memang yang langsung to the point tanpa tedeng aling-aling. Salah saya juga mengungkit masa lalu yang mungkin ingin dilupakan. Lagian, siapa sih yang mau ngungkit masa lalu? #tsaahyangkedua. Akhirnya saya tak melanjutkan percakapan itu dan saya kira Anda bisa mengambil kesimpulan bahwa yang terjadi saat itu adalah suatu kejadian yang cukup perih untuk beliau.

Di tulisan ini saya tidak mengajak Anda semua untuk memilih si A atau si B, satu atau dua, dia atau aku #tsaahyangketiga. Saya hanya mengajak anda untuk MENOLAK LUPA tentang yang terjadi di masa lampau. Kita tentu tidak ingin ‘tragedi 98’ terulang lagi? Kita tentu tidak ingin salah satu sanak saudara kita hilang begitu saja? Kita tentu tidak ingin mengorbankan nyawa untuk ‘mereka’? Kita tentu ingin bisa hidup tenang, nyaman dan tentram? Kita tentu ingin bisa pulang ke rumah dan melihat keluarga kita selalu utuh? Kita tentu ingin mempunyai pemimpin yang bisa menjaga dan memperjuangkan kenginan kita.

Siapapun presidennya nanti, saya harap Anda yang berkeinginan memilih untuk selalu kritis terhadap pilihannya selama 5 tahun kedepan. Karena apa? Karena Anda mempunyai HAK untuk itu.
Beberapa hari lagi kawan, beberapa hari lagi. Saya harap kita semua bisa cerdas untuk bersikap obyektif. Karena saya mulai takut, perbedaan ini yang akan menjadikan kita sebagai manusia “beda pendapat-senggol-bacok”. Padahal tujuan kita sama, ingin Indonesia sejahtera.

Terakhir, saya berterimakasih dan meminta maaf apabila tulisan ini tidak pantas untuk dibaca. Dan saya siap menerima kritik dan saran.



Jessica Permata, calon ibu dari anak-anakmu
#tsaahkeempatkemudianditimpuksendal

17.2.14

Kamu

Kamu berbeda.
Cara kamu melihat saya.
Cara kamu menganggap saya.
Dan cara kamu menyayangi saya.

Kamu memberikan suatu cinta yang berbeda dari orang lain.
Kamu memberikan suatu kepercayaan.
Dimana saya boleh bebas memilih peran yang saya mau.
Dan dengan segala peran yang saya pilih, kamu menerimanya.

Kamu bukan sang aktor yang menemani saya untuk berperan dalam satu panggung.
Kamu juga bukan salah satu kru yang ikut andil suksesnya suatu film.
Kamu bukanlah sang sutradara yang terlebih mengarahkan para artisnya.
Kamu adalah kamu, diatas itu semua.

Sekarang saya merasa seperti layang-layang.
Terbang bebas, melayang di atas langit.
Tapi saya tetap merasa terlindungi untuk tidak pergi terlalu jauh.
Karena masih ada kamu di bawah sana.
Memegang suatu benang dimana kita saling terhubung.
Walau terkadang kamu yang malah terluka karena benangnya.
Karena saya yang kadang bertindak terlalu jauh, terlalu bersemangat.
Tapi kamu tetap kokoh untuk memegang benang itu.

Maka dari itu, terima kasih untuk kamu.

Untukmu, Mas Ari si tukang ngambek.
Dariku, Jessica Permata si tukang rayu.

26.12.13

saya berkata bahwa..

saya pernah berkata..
" bersama kamu. aku tidak perlu takut untuk jadi diriku sendiri "

kamu ingat bagaimana cara kita bertemu?
bukan bertabrakan di koridor kampus lalu aku menjatuhkan buku dan kamu membantu.
bukan juga, tas kita yang sama warna dan bentuk tertukar.
apalagi dengan cara kita saling benci lalu jadi cinta.
bukan seperti itu. cara kita alami.

hubungan ini baru seumur jagung.
tapi telah banyak hal yang kita laluin bersama untuk mengenal bagaimana kamu dan bagaimana aku.

kamu yang suka berita.
aku yang lebih milih puisi.
kamu yang suka Liverpool.
aku yang pasti bengong kalau di ajak nonton bola.
kamu yang tidak pernah romantis.
aku yang suka bertindak puitis.
kamu yang aku panggil kakek.
aku yang pelupa.
kamu yang tukang ngambek.
aku yang tukang ngerayu.
kamu yang begitu.
dan aku yang begini.

tapi lebih dari itu semua..
kamu melengkapi hidup saya.

saya enggak minta kebahagiaan dari kamu.
saya minta kamu mau menerima saya jadi kebahagiaan untuk kamu.


dari, aku
untuk, kamu teduh

23.7.13

1.11

Jam satu lewat sebelas menit.
Kami selesai membicarakan permasalahan yang lagi-lagi terjadi di tahun ini.
Ya tentang kuliah saya.
Kali ini tapi dia beda.
Setiap kata yang keluar dari mulutnya, air mata beliau juga ingin ikut keluar.
Kami bicara dari jam dua belas lewat sepuluh.
Jam dua belas lewat empat puluh lima saya tak kuat untuk menahan air mata lagi.
Hanya tiga puluh lima  menit dimana saya mampu untuk menampung sedihnya hati ini.

Dia bilang, “ Kalau saya tidak kuat, saya mungkin gila ”. “ Rumah ini juga mungkin di jual. Saya mau pindah ke daerah kota, masuk ke gang kecil dimana tanahnya lebih murah”.
Hah?! Iya mungkin kamu memang gila. Pindah? Astaga, sesulit inikah kamu sekarang?
Laki-laki yang menjadi panutan dalam hidup saya mengapa serapuh ini.
Dan akhir kata, dalam pembicaraan ini saya cuma bisa bilang, “ Papa enggak usah khawatir, kalau rencana papa ini diputar dan berlaku atas nama papa. Saya juga enggak mau. Karena saya enggak mau ngerepotin diri kalian berdua. Saya terlalu rapuh untuk melihat kalian lelah lalu terbujur kaku. Saya akan nyari jalan lain kok untuk bisa kuliah ”.

Lalu saya sadar, ternyata saya cuma mampu untuk bicara kalimat pertama dan kedua saja.

2.6.13

Ini bukan saya. Tapi Dia.

Dia terlihat tersenyum karena engkau bahagia.
Bahagia bersama wanita lain.
Ah, dia pikir hal itu akan menjadi suatu yang biasa baginya.
Walau tetap butuh waktu untuk tidak mengenangnya kembali.
Siapa yang tahu? Kalau sakit hati lebih sakit daripada sakit gigi?
Tapi mungkin kalimat itu lebih cocok untuk para wanita.
Yang katanya sih, paling perasa.
Oh, Maha Pencipta. Kenapa harus wanita yang Kau ciptakan untuk menjadi mahluk perasa nomor satu di dunia?
Kenapa tidak lelaki, biar kita yang berdarah untuk mengandung dan melahirkan. Tapi mereka yang merasakan sakitnya?


Dari, Dia
Untuk, kaum yang katanya lelaki.

12.5.13

siapa yang sangka?

Pernah mencintai kamu, bukan suatu kesalahan.
Saya anggap, hal itu adalah permainan dari Tuhan.
Permainan yang dapat menghasilkan keputusan yang sangat besar.
Karena jika menang, kamu mendapatkannya. Jika kalah? Kamu gagal, dan mencoba di level selanjutnya.
Saya berharap saya dapat membaca hal yang tersirat.
Mengetahui apa yang ada di pikiran kamu.
Melakukannya semua dengan sempurna.
Tapi saya tidak punya kemampuan untuk membaca pikiran.
Dan kamu juga tidak membuka jalan untuk saya mencoba kembali.
Jadi hal ini akan percuma. Tapi tidak membuang-buang waktu.
Terkadang, saya berharap agar kamu berbohong.
Hanya untuk tetap menjaga perasaan saya.
Terselamatkan dari sakit hati dan patah hati.
Atau menyelamatkan harga diri.
Tapi kamu semakin hebat. Kamu mulai menyukai kebenaran.
Tapi siapa yang sangka, kebenaran membuat kita berhenti?


dari, saya
untuk, kamu